Tumpeng adalah simbol kuliner yang kaya makna dalam budaya Indonesia. Hidangan berbentuk kerucut ini sering hadir dalam upacara adat, perayaan, dan momen penting seperti HUT Kemerdekaan. Selain sebagai simbol syukur kepada Tuhan, menghias tumpeng juga kerap dijadikan perlombaan yang seru. Setiap elemen tumpeng mengandung nilai-nilai filosofis yang mendalam, lho! Yuk, simak sejarah dan makna tumpeng di sini!
Apa Itu Tumpeng?
Tumpeng adalah hidangan nasi yang dibentuk menyerupai kerucut dan disajikan dengan berbagai lauk-pauk. Berasal dari tradisi Jawa, tumpeng sering dihidangkan dalam acara adat, seperti selamatan atau perayaan, dan dimakan bersama-sama untuk melambangkan kebersamaan dan rasa syukur.
Umumnya, nasi yang digunakan adalah nasi kuning, dikelilingi oleh tujuh (pitu) macam lauk-pauk, seperti ayam goreng, orek tempe, bihun goreng, dan telur. Angka tujuh ini melambangkan “pitulungan,” yang dalam bahasa Jawa berarti “pertolongan” atau “bantuan,” baik secara fisik, emosional, maupun spiritual. Namun, lauk tumpeng kini sering disajikan lebih dari tujuh macam.
Seiring waktu, tumpeng tidak hanya dihidangkan dalam acara adat, tetapi juga dalam berbagai syukuran, seperti ulang tahun dan Hari Kemerdekaan RI. Pada perayaan 17 Agustus, misalnya, sering diadakan lomba menghias tumpeng yang dibuat dari nasi berwarna merah dan putih, melambangkan bendera Indonesia sebagai simbol rasa syukur.
Baca juga: Sejarah Telur Paskah, Apa Makna Tradisi Telur Paskah Ini?
Sejarah Tumpeng dalam Tradisi Jawa
Tumpeng adalah hidangan tradisional yang sudah ada sejak lama, bahkan sebelum masuknya pengaruh keagamaan ke Indonesia. Tradisi ini berkaitan erat dengan masyarakat di Pulau Jawa, Bali, dan Madura yang memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk merayakan suatu peristiwa penting.
Dalam buku Bali Bukan India yang dikutip oleh AntaraNews, tumpeng mencerminkan kondisi geografis Indonesia yang penuh dengan gunung berapi, terutama di Pulau Jawa. Sejak zaman dahulu, tumpeng telah digunakan sebagai simbol penghormatan terhadap gunung, yang diyakini sebagai tempat tinggal para arwah leluhur (hyang).
Ketika Hindu masuk ke Indonesia, bentuk tumpeng mengalami perubahan menjadi kerucut. Bentuk kerucut ini menggambarkan Gunung Mahameru, yang dalam kepercayaan Hindu dianggap sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan dewi.
Kemudian, saat Islam mulai menyebar di Indonesia, makna tumpeng kembali mengalami pergeseran. Dari yang awalnya untuk memuliakan gunung, tumpeng berubah menjadi simbol syukur kepada Tuhan. Nasi tumpeng biasanya disajikan selepas pengajian Al-Qur;an dan disantap bersama-sama. Tradisi ini bertahan hingga sekarang, di mana tumpeng sering digunakan dalam kenduri, syukuran, dan berbagai upacara adat lainnya.
Nama “tumpeng” dalam tradisi Jawa memiliki makna yang mendalam. Dalam tadisi Islam Jawa, “tumpeng” adalah akronim dari “Yen metu kudu mempeng,” yang berarti “Jika hendak keluar, harus bersungguh-sungguh.” Ungkapan ini terinspirasi dari doa dalam surah Al-Isra’ ayat 80, yang mengisahkan permohonan Nabi Muhammad SAW saat hijrah dari Mekah ke Madinah. Dalam hal ini, menyajikan tumpeng dalam sebuah hajat merupakan simbol permohonan kepada Tuhan agar diberikan kebaikan, perlindungan, dan kemuliaan. Tentunya, hal ini akan didapatkan bila mau ikhlas dan berusaha bersungguh-sungguh.
Memahami Makna Tumpeng
Tidak hanya bermakna sebagai pertolongan, tumpeng juga memiliki makna lainnya dalam kehidupan di bumi. Dikutip melalui Kompas, Dr. Ari Prasetyo, S.S., M.Si., dosen Sastra Jawa, Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa nasi tumpeng adalah bentuk representasi hubungan antara Tuhan dengan manusia dan manusia dengan sesamanya. Berikut ini beberapa maknanya.
1. Simbol Ketuhanan
Makna ketuhanan tumpeng tercermin melalui bentuk kerucutnya. Dr. Ari Prasetyo mengutip Kitab Tantu Panggelaran yang menyebutkan bahwa ketika Pulau Jawa berguncang, Batara Guru dalam konsep Hindu memerintahkan untuk membawa Puncak Mahameru dari India ke Jawa untuk menstabilkan Pulau Jawa dan jadilah Gunung Semeru di Jawa Timur.
Hal ini melambangkan pandangan manusia bahwa Ketuhanan adalah sesuatu yang tinggi dan agung, seperti puncak gunung. Konsep tersebut yang menjadi landasan dari bentuk nasi tumpeng yang mengerucut dan menjulang tinggi. Bentuk tumpeng ini juga menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan, baik dalam konsep Hindu maupun setelah kedatangan Islam.
2. Ungkapan Rasa Syukur
Tidak hanya ada hubungannya dengan Ketuhanan, tumpeng juga menjadi simbol dari rasa syukur dalam berbagai perayaan di Indonesia. Hidangan ini sering kali hadir dalam acara-acara penting seperti ulang tahun, pernikahan, atau upacara adat sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada Tuhan atas segala berkah yang telah diterima. Bentuk dan penyajian tumpeng yang megah menggambarkan kekayaan dan kelimpahan rezeki yang patut disyukuri.
Nasi dalam tumpeng melambangkan rezeki yang melimpah dan sebagai tanda penghargaan atas nikmat yang diberikan. Proses penyajian tumpeng, yang biasanya diiringi dengan doa dan harapan, mencerminkan permohonan untuk terus mendapatkan kebaikan dan keberkahan di masa depan.
3. Simbol Keharmonisan dan Gotong Royong
Jika puncak tumpeng melambangkan Ketuhanan, bagian bawah yang dipenuhi dengan lauk-pauk menggambarkan hubungan antarmanusia. Beragam lauk yang mengelilingi tumpeng mencerminkan keragaman dalam kehidupan sosial, di mana setiap elemen saling melengkapi, menciptakan keharmonisan dan persatuan dalam masyarakat.
Selain itu, tumpeng juga memperlihatkan nilai gotong-royong. Proses penyajian dan menyantap tumpeng biasanya melibatkan keluarga dan teman-teman. Hal ini menggambarkan pentingnya kebersamaan dan saling membantu yang menjadi inti dari budaya masyarakat Jawa. Nilai-nilai ini juga tercermin dalam perlombaan menghias tumpeng saat perayaan 17 Agustus, di mana kolaborasi dan kreativitas menjadi kunci utama.
4. Bentuk Keberkahan dan Kesuburan
Tumpeng juga diyakini sebagai simbol keberkahan dan kesuburan. Nasi yang disusun dalam bentuk kerucut menggambarkan gunung, yang secara simbolis mewakili tanah subur. Ini melambangkan harapan akan kemakmuran dan rezeki yang melimpah bagi semua yang menyantapnya. Selain itu, tumpeng juga menjadi lambang keberkahan dalam mengenang momen-momen bersejarah yang penuh makna.
Merayakan Kemerdekaan RI dengan Tumpeng Merah Putih
Kamu pasti familiar dengan lomba 17 Agustus menghias tumpeng, kan? Acara ini bukan sekadar hiasan, tapi juga bentuk syukur dan perayaan ulang tahun Indonesia, lho! Dengan menghias tumpeng, kita tidak hanya memperingati kemerdekaan, tapi juga menunjukkan rasa syukur atas berkah dan kemajuan yang telah diraih oleh bangsa kita. Tumpeng ini melambangkan persatuan, semangat gotong royong, dan harapan akan masa depan yang lebih baik bagi semua.
Saat merayakan kemerdekaan, tumpeng yang dibuat biasanya menggunakan nasi merah dan putih—yang sering disebut tumpeng merah putih. Warna nasi ini merepresentasikan bendera Indonesia; merah melambangkan keberanian, dan putih melambangkan kesucian. Tumpeng merah putih ini secara keseluruhan melambangkan kedamaian, persatuan, toleransi, rasa syukur, dan kebanggaan bangsa. Kamu sudah siap ikut lomba menghias tumpeng tahun ini, belum?