Bersamaan dengan ramainya war takjil, istilah roti hosti juga ikut melejit. Umat Katolik mungkin sudah familiar dengan roti sakral yang satu ini, namun sebagian orang lainnya mungkin belum mengetahui bahwa roti hosti merupakan roti yang memiliki makna cukup dalam. Yuk, kita mengenal roti hosti di sini!
Apa Itu Roti Hosti?
Hosti adalah sejenis roti yang dibuat khusus untuk keperluan tradisi Perjamuan Kudus, terutama dalam Gereja Katolik. Kesakralannya dalam sebuah tradisi ini sering kali membuatnya disebut juga sebagai roti sakramen, roti Perjamuan Kudus, roti Komuni, ataupun anak domba. Umumnya, roti hosti berwujud wafer dengan bentuk bundar dan pipih. Roti hosti dibuat dari gandum murni tanpa ragi sehingga tidak mengembang.
Penggunaan bahan ini sesuai dengan yang dikutip melalui buku Roti & Anggur Misa karya E. Martasudjita bahwa hosti dibuat dari gandum dan sedikit air, tanpa ragi ataupun campuran lainnya. Bahkan, untuk menjaga kesakralannya, roti hosti yang digunakan dalam perayaan umat Katolik ini juga tidak memiliki rasa-rasa tertentu, jadi rasanya hanya tawar dan hambar saja.
Kata “Hosti” berasal dari bahasa latin “hostia” yang berarti kurban. Wah, kenapa bisa dinamakan sebagai roti “kurban”, ya? Penamaan ini tentunya tidak lepas dari sejarah roti hosti yang sakral, lho. Mari mengenal roti hosti lebih lanjut.
Sejarah Roti Hosti
Dalam buku karya E. Martasudjita disebutkan bahwa penggunaan hosti pada Perjamuan Kudus berakar dari pokok Perayaan Ekaristi, yaitu Perjamuan Malam Terakhir Yesus bersama-sama dengan murid-murid-Nya (Mat. 26:26-29; Luk. 22:15-20). Pada malam tersebut, Yesus mengambil roti dan memecah-mecahkan roti tersebut kepada murid-murid-Nya sambil berkata, “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan untuk kalian. Lakukanlah sebagai peringatan akan Aku.” (Lukas 22:19).
Berdasarkan hal itulah, hosti menjadi bagian penting dalam tradisi Misa Kudus agama Katolik. Hal ini juga berkaitan dengan asal kata hosti yang berarti kurban. Hosti menjadi simbol penting dari tubuh Kristus yang diserahkan (dikurbankan) untuk menebus dosa-dosa dunia.
Tidak hanya itu, ketentuan bahan-bahan yang digunakan untuk membuat hosti juga sudah diatur. Dikutip melalui parokivianney.org, roti yang digunakan dalam perayaan Ekaristi adalah roti tak beragi. Ketidakhadiran bahan ini disebabkan oleh pengaruh pada masa Paskah Yahudi, di mana ragi dipandang sebagai bahan yang buruk.
Roti tak beragi juga digunakan oleh Kristus dalam Perjamuan Malam Terakhir tersebut. Tradisi inilah yang dipertahankan oleh Gereja Katolik. Hal ini juga ditekankan dalam Redemption Sacramentum (No. 48—60) bahwa Perjamuan Kudus adalah roti yang tidak beragi dan terbuat dari gandum saja dan tidak boleh dicampurkan dengan bahan lainnya.
Bentuk hosti juga berubah seiring waktu. Misalnya, sekitar tahun 100–313 Masehi, hosti dibuat dengan cara dibakar dan dibawa oleh masing-masing umat dengan berbagai bentuk dan ukuran. Kemudian, sekitar tahun 750–1075, hosti sudah ada di gereja dan disucikan oleh imam, serta berbentuk seperti piringan datar. Bahkan, pada periode Gereja tahun 1073–1517, hosti untuk imam dan umat sempat dibedakan ukurannya. Hosti ukuran besar dikhususkan untuk imam, sedangkan hosti kecil diperuntukkan bagi umat.
Sebagai bagian dari tradisi sakral, saat ini, Hosti umumnya dibuat oleh bruder atau biarawati. Hosti kemudian diberkati atau dikonsekrasi oleh imam atau pastor. Kata “hosti” sendiri merujuk pada roti yang sudah dikonsekrasi. Sebelum dikonsekrasi, roti ini lebih tepat disebut “roti altar”.
Apa Makna Roti Hosti?
Berdasarkan sejarahnya yang sakral, secara garis besar diketahui bahwa hosti disimbolkan sebagai tubuh Kristus dalam kepercayaan Katolik. Namun, tidak hanya itu saja, berikut ini beberapa makna dari hosti dalam Perjamuan Kudus.
1. Transubstansiasi Tubuh Kristus
Pada perayaan Ekaristi dalam kepercayaan Katolik, terdapat dua elemen yang mengalami transubstansiasi, yaitu roti hosti dan anggur (wine). Transubstansiasi, atau perubahan substansi, adalah proses di mana roti hosti secara sakramental berubah menjadi tubuh Kristus, sementara anggur berubah menjadi darah Kristus.
Meskipun roti hosti dan anggur tetap memiliki penampilan fisik yang sama, substansi mereka sepenuhnya berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Ini dianggap sebagai hadirnya Kristus yang sebenarnya dalam bentuk yang diubah secara rahmati, memungkinkan umat percaya untuk bersatu dengan-Nya secara spiritual melalui Perjamuan Kudus.
2. Simbol Pengorbanan
Selain sebagai transubstansiasi tubuh Kristus, hosti juga melambangkan pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib. Dengan menerima hosti, umat mengingat dan mengikuti peristiwa penebusan dosa yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Oleh karena itu, dengan memakan hosti, umat Katolik secara simbolis menyatakan ketaatan, penghormatan, dan syukur atas pengorbanan-Nya.
3. Sakramen Penyatuan
Roti hosti melambangkan persatuan umat Katolik dengan Kristus dalam komunitas iman. Ketika umat menerima roti hosti dalam Perjamuan Kudus, mereka secara simbolis menerima Kristus dalam diri mereka sendiri, sehingga menyatukan mereka dalam persekutuan spiritual dengan Kristus dan sesama umat.
Tidak hanya itu, roti hosti juga mencerminkan kesatuan Gereja Katolik sebagai tubuh Kristus. Saat umat menerima hosti dalam Perjamuan Kudus, mereka juga mengakui dan menerima kesatuan iman dan ajaran Gereja Katolik yang dipimpin oleh Uskup Roma, Paus. Ini sesuai dengan ajaran Kristus tentang kesatuan dalam Kitab Suci, yang menekankan pentingnya kasih, perdamaian, dan solidaritas di antara para pengikut-Nya.
4. Pemenuhan Rohani dengan Menerima Kristus
Roti hosti juga memiliki makna sebagai penerimaan Kristus di dalam diri umat. Dalam tradisi Katolik, roti hosti yang diyakini menjadi tubuh Kristus melalui proses transubstansiasi, memberikan pemenuhan rohani pada umat. Pemenuhan ini memberikan kekuatan dan nutrisi dalam perjalanan rohani mereka. Dengan menerima dan memakan roti hosti, umat mengakui kehadiran Kristus dalam diri mereka dan diberi kekuatan untuk mengikuti ajaran dan teladan hidup Kristus.
Siapa Saja yang Boleh Makan Roti Hosti?
Dalam Gereja Katolik, hosti, sebagai roti yang sudah dikonsekrasi, hanya boleh dimakan oleh individu yang telah dibaptis atau menjadi anggota gereja melalui inisiasi gerejawi. Mereka juga harus hidup dalam kesucian yang memadai dan berada dalam persekutuan penuh dengan ajaran gereja. Meski begitu, jika ada keadaan darurat di mana umat tidak dapat memakan hosti karena alasan kesehatan (misalnya, alergi terhadap gluten), pastor atau imam dapat memberikan pengecualian tertentu berdasarkan panduan gerejawi yang berlaku.
Selain itu, ada juga beberapa kasus di mana hosti dapat diberikan kepada non-Katolik dalam keadaan darurat atau tidak sadar makan roti hosti. Sebenarnya, roti “semacam” hosti yang belum dikonsekrasi dapat dimakan oleh umat non-Katolik, apalagi jika bahan-bahan yang digunakan aman untuk kesehatan. Namun, dalam kasus keagamaan, roti hosti hanya boleh dikonsumsi oleh umat.
Kamu Sudah Lebih Mengenal Roti Hosti, kan?
Nah, itu dia roti hosti dalam konteks agama Katolik. Roti yang satu ini sangat sakral dan memiliki aturan pembuatan yang cukup ketat. Jika kamu ingin mengenal roti hosti lebih dalam, kamu dapat menemukan bahwa roti ini dipersiapkan dengan penuh kehati-hatian dan kepatuhan terhadap ajaran gereja.
Anyway, bagi non-Katolik yang ingin mencoba rasanya, kamu juga bisa membuat dan memakan roti sejenis ini, lho. Tentu saja, roti buatanmu tidak akan diberkati atau dikonsekrasi seperti yang digunakan dalam perayaan Ekaristi, ya.